Jumat, 06 April 2012

Kisah Balik Perjuangan Dakwah Almarhum Gogon

Ahmad Sumargono bukanlah sosok politisi dan dai yang muncul karena fasilitas yang didapat dari kebaikan atau belas kasihan orang lain. Ia juga bukan tipikal politisi yang tampil bak selebritis yang "dimanjakan" oleh publisitas agar namanya selalu "terjaga" dan "melambung" dengan segenap kosmetik politik yang penuh "cover", atau membutuhkan stamina permainan yang selalu menyiapkan citra diri (image) yang dibangun lewat jargon-jargon atau cerita mistik guna mengabsahkan kehebatan seorang tokoh.

Dalam buku Ahmad Sumargono, Dai & Aktifis Pergerakan Islam yang Mengakar di Hati Umat, dijelaskan bahwa alumni UI yang akrab dipanggil Gogon ini adalah seorang anak bangsa sebagaimana aktivis lainnya yang lahir dari suatu pergulatan pemikiran dan aksi perjuangan sosial dari bawah.



Secara alamiah, ketika ia mulai menemukan pilihan "ideologi" perjuangan dan manakala sosialisasi yang secara intens diperolehnya, maka secara naluriah dan hikmah, mulailah ia terjun ke medan aktivitas di lingkungannya: mengorganisir remaja dan jamaah Masjid Nurun ala Nurin; belajar berorganisasi dari seniornya di kampus dan di HMI; mengikuti kursus politik dari Mas Dahlan; belajar agama dari Kiai Mohammad Sobari.

Ahmad Sumargono pun berinteraksi secara terus-menerus dengan tokoh politik dari kalangan Masyumi seperti Natsir, Buya Hamka, Buya Malik dan lainnya melalui ceramah-ceramah mereka.

Ditambah dengan buku-buku gerakan yang dibacanya, Gogon mulai menapak ke padang dakwah di belantara Jakarta pada era 1970-1980-an. Ia berceramah dari mushola ke mushola, dari halaqoh ke halaqoh di kampus-kampus, lingkungan remaja masjid dan aktivitas training yang dilakukan oleh ormas Islam. Nampaknya potensi dan talenta Gogon mulai tergosok untuk menjadi sosok figur yang dikenal. Sikap kritisnya menjadikan dirinya sebagai sasaran "tembak" di masa rezim Orde Baru, bahkan ia dicap sebagai orang "berbahaya" atau dangerous man.

Gogon tidak berhenti sampai di sini. Ia lalu bergabung dengan Korps Mubalig (KMJ) Jakarta pada 1980-an, sebuah organisasi dakwah yang menghimpun segenap dai yang kritis. Setelah Dalali Umar, ia kemudian menjadi ketua KMJ. Melalui KMJ ini, mulailah namanya dikenal, terutama di wilayah Jakarta, sebagai penceramah yang lugas dan keras tanpa kehilangan argumentasi dan fakta serta dengan cara yang tidak emosional.

Wilayah perhatian dakwahnya menjadi lebih luas ketika KISDI berdiri dan Gogon tampil sebagai ketua harian wadah tersebut. Kritikannya bertumpu pada kondisi umat Islam yang selalu dimarjinalkan dan dizalimi dalam kancah politik di satu sisi, serta gugatannya atas keadaan umat Islam di berbagai wilayah dunia yang mengalami penderitaan akibat hegemoni Barat terhadap dunia Islam di sisi lainnya.

Kasus bangsa Palestina, Kashmir, Moro, Patani, Afghanistan, Bosnia, Kosovo, Chechnya, Aljazair, Turki dan Irak menjadi perhatian dari pernyataan-pernyataan dan pidato Gogon di tengah jamaah pengajian maupun kalangan pers.

Saat itulah ia mulai memasuki wilayah percaturan politik nasional dan mulai dikenal serta dekat dengan kalangan muda Islam yang selama 20 tahun berada dalam tekanan politik yang hebat dari pemerintah Orde Baru. Ia sering diminta berceramah dan memberikan kursus-kursus intensif soal agama yang dihubungkan dengan kemasyarakatan.

Kemauan yang kuat untuk mau turun membina anak-anak muda Islam mengingatkan penulis kepada sosok Mas Dahlan Ranuwihardjo. Apakah Gogon mengambil contoh darinya? Yang jelas ia pernah tinggal dengan Mas Dahlan selama tiga tahun.

Mas Dahlan merupakan salah satu contoh pejuang politik yang mau membina anak-anak muda secara intens, dinamis dan ikhlas melalui kursus-kursus politiknya. Ini juga mengingatkan penulis pada para tokoh besar dalam sejarah, seperti HOS Tjokroaminoto. Bukankah ia memiliki murid yang kemudian tercatat dalam sejarah besar bangsa: Soekarno, Kartosuwiryo dan Semaun. Atau Haji Agus Salim, yang melahirkan murid-muridnya seperti Mohammad Natsir, Soekiman, Mohammad Roem, Syamsurizal, yang sangat disegani. Demikian pula Mohammad Hatta dan Syahrir dengan kelompok studinya, dan pemimpin bangsa lainnya yang juga membina kadernya.

Gogon juga sangat dikenal kalangan muda dan aktivis. Rumahnya yang berada di kawasan Jakarta Timur, tepatnya di lintasan Jalan H. Baping, pada saat-saat tertentu sering dijubeli anak-anak muda serta tokoh dari berbagai lapisan dan wilayah, tidak terbatas dari Jakarta saja.

Di tempat ini secara khusus sering diadakan pelatihan, kursus keagamaan dan peningkatan wacana keumatan maupun politik. Selain itu, tempat ini juga menjadi markas untuk mengorganisir sebuah event seperti rapat akbar, aksi protes, demo, pernyataan pers sampai pada aktivitas yang bersifat membangun solidaritas serta aksi sosial.

Gogon bagai "bola bekel" politik, ia menukik ke bawah hingga ke tingkat massa dan menyentuh aspirasinya, lalu melambung lagi ke atas hingga akrab dengan kalangan elit politik lainnya.

Ia bergerak dinamis, lincah, karena tanggap terhadap berbagai persoalan umat dan bangsa dengan memotivasi massa untuk mau peduli dalam menyuarakan keadilan dan kemerdekaan. Gogon pun menghimpun berbagai eksponen kekuatan umat melalui kegiatan silaturahmi secara kontinyu, dan membangun muara persepsi kepada semua pihak untuk membangun cita-cita bersama.

Apabila di era Orde Baru ia hanya mampu membangun dan masuk jaringan dari kelompok kecil lalu bergerak ke organisasi sosial yang lebih formal dan terorganisir dengan berjuang di luar parlemen, maka di era Reformasi Gogon tampil dalam arena organisasi massa yang lebih luas jangkauannya, yaitu Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia (GPMI) yang diketuainya;


Membangun Wadah Perjuangan: KMJ, KISDI dan GPMI


Berdakwah di lapisan bawah (grass roots) bukan perkara yang mudah, apalagi dakwah yang disampaikannya "beraroma" kesadaran politik dan bersikap kritis dengan keadaan yang dihadapi umat di negeri ini.

Era 1980-an merupakan era yang penuh getir dan risiko bagi seorang dai seperti Sumargono. Ia harus siap menghadapi rasa keterasingan (alienasi), karena apa yang disampaikan, sekalipun dengan jujur dan tulus ikhlas, bila masuk wilayah politik dapat terkena "pinalti" dari pihak keamanan dengan berbagai tudingan. Ini dialaminya ketika masuk ke "penjara" karena tudingan sebagai aktivis DI/TII.

Celakanya pada masa itu, orang yang masuk dan keluar dari penjara karena persoalan politik akan mengalami alienasi sosial, karena orang akan ragu, segan untuk mendekat, khawatir terbawa-bawa akibatnya.


  1. Korps Mubalig Jakarta (KMJ). Gogon bergabung dengan Korps Mubalig Jakarta (KMJ), sebuah lembaga yang menghimpun para mubalig di Jakarta, pada tahun 1980-an selepas dari tahanan. Korps Mubalig Jakarta lahir sebagai kepedulian para dai untuk memperkuat barisan guna menghadapi berbagai isu dan tantangan dalam dunia dakwah.
  2. Mulanya KMJ dipimpin oleh KH. Dalali Umar, namun karena terjadi kemelut, maka kepemimpinan dipercayakan kepada Sumargono. Organisasi ini sampai sekarang tetap berdiri dan terus berkembang.
  3. Komite Solidaritas Indonesia untuk Dunia Islam (KISDI). Nama KISDI tidak asing di kalangan aktivis dan pengamat sosial politik dan keagamaan, khususnya di kalangan umat Islam. Sejak kelahiran organisasi ini pada tahun 1986, nama Ahmad Sumargono seakan identik dengan lembaga tersebut.


Komite ini sebenarnya digagas oleh tokoh senior Masyumi yang disegani yaitu DR. Mohammad Natsir (almarhum) dan sejumlah tokoh lainnya seperti Hussein Umar, Jami'at Jufri, Zaqi dan Kholil Ridwan (Ketua MUI sekarang, red).

Mulanya wadah ini didirikan oleh berbagai kalangan umat untuk merespons dan membangun solidaritas terhadap perjuangan rakyat Palestina. Anggotanya terdiri dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Korps Mubalig Jakarta (KMJ), Al-Irsyad dan sebagainya. Gogon sendiri diberi kepercayaan sebagai Ketua Harian KISDI.

Melihat namanya, KISDI seyogianya lebih berorientasi pada kasus-kasus internasional, akan tetapi dalam prakteknya, lembaga ini lebih banyak menggugat masalah domestik: kasus jilbab, perjudian, miras, makanan haram, masalah kristenisasi, sekulerisasi dan Aliran Kepercayaan.

Dalam perkembangannya KISDI juga melakukan social action terhadap berbagai peristiwa yang diderita umat Islam di berbagai belahan dunia: penderitaan rakyat Palestina di kamp-kamp pengungsian, Umat Islam di Kashmir, Filipina Selatan, Afghanistan, Bosnia-Herzegovina, Kosovo dan lainnya. Sebaliknya KISDI sangat getol melakukan pengutukan terhadap tindakan biadab Israel dan sikap Amerika Serikat yang ?bermusuhan? terhadap perjuangan umat Islam.

Ini dilakukan dengan aksi protes melalui demo dan unjuk rasa. Selain itu aksi yang bernuansa politis (political action) juga dilakukan, misalnya protes dalam persoalan persepsi yang salah atas berbagai kerusuhan di tanah air -- Tasikmalaya, Kupang, Ambon sampai ke Poso; juga perjuangannya yang penuh komitmen yang menuntut penerapan syariat Islam. Sikap Gogon sebagai "komandan" KISDI yang tanpa tedeng aling-aling ini memang membuat dia sering dicurigai.

Karena protesnya terhadap berbagai pihak, mulai dari majalah Jakarta-Jakarta, harian Kompas, dan CSIS, tidaklah mengherankan jika Gogon dan KISDI dianggap oleh banyak pihak sebagai kelompok yang garang. "Kami bergerak karena kepentingan umat Islam terancam," ucap Gogon sebagai Wakil Ketua KISDI.

Sementara itu, Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia (GPMI). Wadah ini lahir di tengah-tengah suasana eforia sosial dan politik bangsa Indonesia di masa Reformasi, tepatnya pada bulan Syawal tahun 2000.

Gogon sebagai tokoh utama penggagas ini mendapatkan dukungan yang sangat luas dari berbagai kalangan dan lapisan masyarakat. Lahirnya wadah ini dilatarbelakangi oleh suasana eforia bangsa yang berimbas kepada umat Islam.

Berdirinya partai-partai politik dan organisasi-organisasi yang demikian banyak, ditambah adanya "ketegangan" politik antara kalangan Nasionalis Islam dengan Nasionalis sekuler yang basis pendukungnya juga sama-sama umat Islam, mendorong untuk berdirinya wadah Islam yang dapat mencairkan situasi itu.

Lebih dari itu kelahiran GPMI diharapkan mampu menjadi "jembatan emas" untuk merajut silaturahmi di antara berbagai lapisan elit Islam yang beredar di berbagai organisasi dan partai. Hal lainnya adalah perlunya wadah yang dapat memberikan perhatian secara lebih holistik menyangkut problematika umat dan bangsa dan itu hanya dapat dilakukan bila segenap potensi umat dapat "duduk" bersama dan membicarakannya dengan nuansa persaudaraan.

Ketika GPMI dideklarasikan, sejumlah tokoh dari berbagai latar belakang aktivitas turut hadir: mulai dari kalangan ulama, partisan, wartawan, artis, cendekiawan kampus, pemuda, sampai kalangan massa.

Dalam suasana silaturahmi yang diadakan di kawasan Kebayoran, Jakarta Selatan, tersedia acara-acara penting selain deklarasi itu sendiri. Sambutan disampaikan H. Ahmad Sumagono, SE selaku Ketua Umum GPMI. Ia menjelaskan panjang lebar mengenai latar belakang, maksud dan tujuan berdirinya organisasi GPMI, yang saat ini telah ada sejumlah perwakilan di tingkat Wilayah dan Cabang.

Puncak acaranya adalah pembacaan "Pernyataan Keprihatinan" GPMI terhadap berbagai perkembangan nasional yang terjadi, ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal GPMI. Hadir dalam acara itu antara lain dari kalangan Partai maupun militer.

Pengurus besar GPMI telah melakukan rapat kerja yang dilakukan di Cisarua Bogor dengan hasil, dirumuskannya AD/ART, Pedoman Kerja Organisasi dan Struktur Organisasi yang telah disetujui dalam rapat pleno.

Sebagai organisasi yang bergerak pada aktivitas sosial, GPMI sangat peduli memberikan bantuan dan santunan akibat korban banjir, kebakaran, gempa bumi, serta pembagian hewan qurban bagi para dhuafa. Dalam membangun wacana, maka GPMI telah melakukan sejumlah diskusi, pelatihan bagi para pemuda yang putus sekolah, sampai kepada menghadirkan pembicara yang profesional di bidangnya, dan melakukan aksi kritis untuk peduli terhadap aspirasi publik dengan melakukan tablig akbar.

Hal lain adalah melakukan kunjungan ke sejumlah tokoh dan ulama untuk menguatkan tali silaturahmi, di antaranya menjadi tamu kehormatan Wakil Presiden Hamzah Haz di kantor dinasnya.


Menuju Ukhuwah Politik


Islam dan dunia politik merupakan dua sisi dalam satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Islam bukan "agama" yang hanya memberikan petunjuk mengenai keyakinan akan keberadaan Tuhan dan bagaimana ritualitas itu harus dilakukan (yang bersifat ubudiah). Sebaliknya, Islam merupakan din, suatu petunjuk yang memberikan bimbingan atau guidance mengenai bagaimana manusia itu dapat beriman dengan baik dan benar, sekaligus beramal shaleh.

Lapangan amal shaleh itu dalam prinsipnya sangatlah luas. Dalam Alquran sangat banyak ayat yang menyuruh manusia dan orang beriman untuk berpikir, merenung dan memikirkan kejadian alam, penciptaan dan bagaimana mengambil pelajaran terhadap kejadian-peristiwa masa lalu, termasuk gambaran suatu kaum, bangsa, pemimpin yang zalim, fasik dan pemimpin yang alim, dan hikmah.

Alquran juga memberikan penjelasan yang tegas dan nyata mengenai untuk apa Rasul diutus dan mengapa Islam dikatakan sebagai ajaran yang sempurna, sebagai ajaran untuk semua zaman.

Relevansinya. Spirit Islam tentang manusia adalah bahwa manusia diciptakan dari yang satu, dan sesama manusia itu adalah saudara, karena itu konsep ukhuwah atau persaudaraan menjadi penting sebagai seorang mukmin.

0 komentar:

Posting Komentar

Masukkan Komentar anda disini